PENGELOLAAN
KELAS
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata
Kuliah Psikologi Pendidkan
Dosen
: Nurkholis, M.Pd.
Disusun
Oleh:
Aris
Sutrio (130641259)
Ati
Atikah (130641247)
Irfan
Fafirullah (130641182)
Lola
Monika Anisa (130641246)
Kelas:
SD.13-A.6
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini membahas tentang
“Pengelolaan Kelas”, kami memaparkan pentingnya pengelolaan kelas, peraturan
tingkah laku di dalam kelas, program khusus untuk pengelolaan kelas, dan
mengidentifikasi masalah-masalah di dalam kelas.
Kami juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada Bapak Nurkholis, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan
yang telah memberikan tugas ini. Dan kepada semua pihak yang terlibat, kami
juga menyampaikan rasa terima kasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat
memberi manfaat kepada kita semua.
Cirebon,
Deseember 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar
Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Pentingnya
Pengelolaan Kelas................................................................. 3
B. Peraturan
Tingkah Laku di Dalam Kelas................................................ 14
C. Program
Khusus untuk Pengelolaan Kelas............................................. 17
D. Mengidentifikasi
Masalah-masalah di Dalam Kelas............................... 21
BAB III PENUTUP....................................................................................... 25
A. Kesimpulan.............................................................................................. 25
B. Saran........................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Persyaratan
utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif
dan efisien ialah tersedianya pendidik yang mampu memenuhi pengelolaan kelas
yang efektif. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks,
dan pendidik harus mampu menciptakan kondisi kelas yang sedemikian rupa
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan bermutu. Kualitas
proses dan hasil pembelajaran yang optimal diperlukan guru atau dosen yang mampu
memenej atau mengelola kelas.
Salah
satu indikator yang menyatakan bahwa pendidik yang profesional adalah memiliki
kemampuan mengelola kelas, yaitu menyediakan suasana yang kondusif untuk
berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Apabila belum
kondusif maka seorang pendidik harus berupaya seoptimal mungkin untuk
menguasai, mengatur dan membenahi, serta menciptakan suasana kelas yang
kondusif sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara optimal untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Menciptakan
iklim belajar yang kondusif, efektivitas dan efesiensi pembelajaran membutuhkan
adanya iklim belajar yang kondusif. Pendidik dengan pemahaman psikologi
pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional
yang kondusif di dalam kelas, sehingga peserta didik dapat belajar dengan
nyaman dan menyenamgkan.
Suasana
kelas yang kondusif dan optimal dalam proses pembelajaran dapat tercapai jika
pendidik mampu mengatur peserta didik dan sarana prasarana pembelajaran untuk
mencapai tujuan belajar mengajar serta dapat mengatasi masalah-masalah yang
timbul di dalam kelas.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalahnya adalah sebagai berikut
:
1.
Pentingnya pengelolaan kelas.
2.
Peraturan tingkah laku di dalam kelas.
3.
Program khusus untuk pengelolaan kelas.
4.
Mengidentifikasi masalah-masalah di
dalam kelas.
C.
TUJUAN
Dari
rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan penulisannya adalah
sebagai berikut :
1.
Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan.
2.
Mengetahui pentingnya pengelolaan kelas.
3.
Memahami peraturan tingkah laku di dalam
kelas.
4.
Mengetahui program khusus pengelolaan
kelas.
5.
Dapat mengidentifikasi masalah-masalah
di dalam kelas serta dapat memecahkan masalah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS
Pengelolaan
kelas adalah inti dari suatu organisasi yang efektif. Seorang manajer yang
efektif adalah seorang yang mengoordinasi dan menyusun kegiatan untuk menemukan
tujuan dan sasaran khusus. Di samping itu, harapan orang tua dan masyarakat
supaya anak-anak atau siswa mencapai tujuan belajar untuk masa depan mereka
sekarang lebih besar dibandingkan zaman dulu dalam sejarah. Mengelola kelas
adalah suatu keterampilan yang memungkinkan guru mengajar dan siswa belajar.
Tanpa pengelolaan dan pengaturan yang efektif, maka proses belajar terganggu,
dan guru kembali menertibkan dan kadang-kadang mencerca siswa yang mengganggu
selama pengajaran.
Guru
membutuhkan keterampilan yang sama seperti ahli teknik atau direktur sebuah
stasiun televisi. Guru kelas mengatur sejumlah tugas secara rinci selama
mengajar setiap hari. Berikut adalah sampel yang hanya mewakili dari beberapa
kegiatan utama yang dilakukan guru setiap hari:
·
Merencanakan dan mempersiapkan pengajaran
·
Melanjutkan interaksi dengan siswa
·
Melaksanakan pengajaran
·
Menggerakkan siswa melalui kegiatan yang
berbeda
·
Mengembangkan tata tertib
·
Menciptakan lingkungan untuk belajar,
termasuk mendisiplinkan siswa yang mengganggu dalam proses belajar
·
Mengorganisasi waktu dan materi
pelajaran
·
Membuat tes dan melakukan penilaian.
1. Definisi
Pengelolaan Kelas
Berdasarkan
penelitian Edmund, Emmer, dan Carolyn Evertson (1981),pengelolaan kelas
didefinisikan seperti berikut.
· Tingkah
laku guru yang dapat menghasilkan prestasi siswa yang tinggi karena ketertiban
siswa di kelas.
· Tingkah
laku siswa yang tidak banyak mengganggu kegiatan guru dan siswa lain.
· Menggunakan
waktu belajar yang efisien.
Definisi
ini mempunyai tiga komponen yang jelas yang mencakup pokok-pokok penting yang
sesuai dengan poin 1, 2, dan 3.
a. Keterlibatan
siswa secara aktif
Definisi
ini menekankan kebutuhan akan aktivitas guru untuk melibatkan siswa dalam
proses belajar. Siswa yang aktif belajar hanya mempunyai kesempatan sedikit
untuk tidak mengerjakan tugas atau bertingkah laku menyimpang. Memerintahkan
siswa untuk tetap melaksanakan tugas adalah aspek penting dalam pengajaran dan
pengelolaan kelas.
b. Sedikit
gangguan
Definisi
kedua dari pengelolaan kelas memusatkan perhatian akan kebutuhan untuk
menciptakan lingkungan yang teratur untuk belajar. Guru
tidak berhenti mengajar dan siswa juga tidak berhenti belajar.
Di dalam kelas selalu ada saja yang namanya gangguan atau kekacauan.
Sebagian besar masalah sebetulnya hanya merupakan hal yang biasa-biasa saja atau
normal-normal saja. Hampir semua siswa, walaupun mereka dapat menyesuiakan
diri, tetap saja melakukan hal-hal, seperti berbicara dengan teman,
tertawa, mengunyah permen karet, membadut, lupa membawa pensil, terlambat,
keliling kelas atau bermain-main walaupun sedang mengerjakan tugas.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada masalah lain yang lebih serius, seperti
merusak, menolak untuk mengerjakan tugas, bermusuhan dengan guru, mengisap
ganja, membolos, dan berkata-kata cabul.
c. Penggunaan
waktu belajar yang efisien
Banyak
waktu yang terbuang selama pengajaran tiap hari. Pendekatan yang efisien untuk
memaksimalkan penggunaan waktu meliputi prosedur sebagai berikut. Ketika sisw
masuk kelas, mereka akan membaca tugas yang telah ditulis guru di papan tulis atau
membaca tugas yang diletakan guru di tiap bangku siswa. Guru berperan menjawab
pertanyaan-pertanyaan siswa secara individual sellama yang ain mengerjakan
tugas.
2. Perspektif
Pengelolaan Kelas
Perspektif
pengelolaan kelas terdiri atas dua yaitu, perspektif sejarah dan perspektif
psikologi.
a. Perspektif
Sejarah
Pengaturan
kelas dan disiplin telah banyak ditukis selama akhir abad 20. Walaupun demikian
sekolah dan pengelolaan kelas masih diteliti, dan didiskusikan dan
diperdebatkan dalam tulisan sejak adanya wajib belajar sekolah. Arthur C (1990)
dalam buku The Management of a City School, mengidentifikasi sejumlah
sifat-sifat dan ketrampilan mengelola kelas yang sebaiknya dimiliki guru yang
efektif. Berikut adalah sifat-sifat yang diharapkan oleh siswa :
1) Sikap
Tenang. Guru yang tenang membuat siswa tidak stres.
2) Teguh
dan Tegas. Siswa menaruh hormat kepada guru yang teguh pendirian dan tegas
dalam bertindak
3) Rajin
dan Kuat. Guru yang rajin dan semangat dalam bekerja akan menjalar pada
siswa-siswanya
4) Gembira.
Guru yang gembira dan bersemangat akan menghasilkan kerja yang maksimal
5) Simpati.
Simpati yang artinya lebih dalam, yaitu simpati yang betul-betul wajar yang
secara jujur guru ingin mendapatkan pandangan dari sudut siswa
6) Hangat.
Kebutuhan akan kehangatan bukanlah sesuatu yang terlalu emosional. Guru yang
lembut dan menghargai siswa akan tampak ketika berhubungan dengan siswa
7) Waspada.
Guru mempunyai ketajaman mata, telinga, dan persepsi yang terlatih.
b. Perspektif
psikologi
Perkembangan
teori-teori tentang pengelolaan kelas berasal dari bagian bidang psikologi. Dua
teori psikologi yang paling umum berhubungan dengan pengaturan kelas
berdasarkan teori Skinner dan Rogers. Baik Skinner maupun Rogers telah membuat
program atau model untuk pengaturan kelas. Banyak dari pendekatan untuk
pengelolaan kelas sekarang berdasarkan dua teori ini.
Reinforcement .
B. F Skinner (1957) menggambarkan tingkah laku manusia sebagai hasil dari
lingkungan. Jika lingkungan dapat dikontrol melalui reinforcement, maka
tingkah laku manusia dapat dibentuk atau diubah. Siswa memperlihatkan
bermacam-macam tingkah laku dikelas. Contoh, jika guru menanyakan suatu
pertanyaan dikelas, beberapa siswa mengacungkan tangan mereka, sedangkan yang
lain menjawab sambil berteriak. Tingkah laku keduanya adalah wajar untuk siswa
pada saat itu. Guru ingin siswa sebelum menjawab mengacungkan tangannya lebih
dahulu dari pada menjawab dengan berteriak dan menganggu saat tanya jawab.
Dengan
menggunakan prinsip-prinsip reinforcement guru hanya akan memberi kesempatan
kepada siswa yang menjawab dengan mengacungkan tangan terlebih
dahulu. Reinforcement kemungkinan menambah tingkah laku khusus yang
akan berlanjut pada waktu yang akan datang.
Mengubah
tingkah laku. Ide psikologi Skinner diterjemahkan ke dalam praktik pendidikan
pada awal tahun 1970 melalui konsep modifikasi (mengubah) tingkah laku. Jika
guru dapat mengontrol lingkungan kelas, maka tingkah laku siswa dapat diubah
untuk dicocokkan dengan standar tingkah laku. Banyak reinforceryang
digunakan untuk mengubah tingkah laku siswa, meliputi hadiah
(reward) untuk tingkah laku yang tepat atau hukuman untuk tingkah
laku yang tidak tepat.
c. Menetapkan Aturan
Seorang
guru yang efektif menetapkan beberapa aturan-aturan pokok (paling sedikit lima
atau enam) dan prosedur yang dibutuhkan untuk kelas supaya berfungsi efektif.
Seperti lampu jalan yang digunakan untuk memberikan kesempatan yang sama pada
setiap mobil untuk masuk dan pergi pada persimpangan jalan, aturan kelas
dibutuhkan untuk memberikan kesempatan yang sama pada setiap siswa untuk
belajar.
Siswa
melihat guru sebagai model. Seorang guru yang konsisten dalam memperkuat
aturan-aturan kelas akan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
dengan tenang tanpa gangguan. Sikap untuk terus konsisten tidak mudah dan
memerlukan usaha terus-menerus.
Aturan-aturan.
Aturan yang ditetapkan guru harus dinyatakan secara positif. Contoh: “Bawa
pensil, buku, dan kertas folio ke kelas,” “Angkat tanganmu,” jika ingin
menjawab “ Jangan lari-lari dalam kelas” (untuk anak-anak TK) adalah contoh
dari aturan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat negatif. Peraturan ini
mengatakan siswa apa yang tidak boleh dilakukan, tetapi gagal untuk
mengembalikan tingkah laku yang tidak tepat. Peraturan ini penting bagi siswa
dengan harapan siswa dapat melaksanakn dengan senang hati. Peraturan seharusnya
ditempatkan pada papan yang dapat dilihat oleh semua siswa.
Tiga
pendekatan yang menetapkan peraturan pada hari pertama sekolah memberikan suatu
kerangka kerja untuk siswa. Peraturan bertindak sebagai penuntun bagi tingkah
laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima. Membiarkan
siswa untuk mengembangkan aturan akan mendorong siswa berpartisipasi.
Banyak
guru membuat serangkaian aturan bagi siswa ketika mereka bertemu siswa untuk
pertama kali. Paling sedikit ada tiga cara di mana guru dapat menetapkan aturan
untuk kelas.
1) Guru
mempersiapkan aturan dan menyampaikannya kepada siswa pada hari pertama. Waktu
dihabiskan guru untuk meninjau dan menjelaskan aturan.
2) Guru
dapat menetapkan aturan sendiri, tetapi pertama siswa harus mendiskusikan dan
meninjau kebutuhan akan aturan dan prosedur.
3) Guru
menyampaikan 3 atau 4 peraturan, dimana dia percaya bahwa peraturan itu penting
dan membolehkan kelas menambah 2 atau 3 peraturan pada daftar yang mereka
yakini sebagai suatu kebutuhan.
Tanpa
memandang prosedur yang digunakan dalam menetapkan aturan dikelas, kunci untuk
menentukan aturan adalah kemampuan guru untuk “mengajar” dan kemudian
mempraktikan aturan-aturan tersebut dengan siswa ketika dia mengajar
matematika, ilmu pengetahuan atau pelajaran bahasa Inggris.
d. Konsekuen
Guru
mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam memberikan beberapa konsekuen untuk
tingkah laku siswa yang tidak tepat. Konsekuen yang paling umum untuk tingkah
laku siswa yang tidak tepat meliputi penggunaan teguran secara verbal, menambah
pekerjaan rumah, penahanan untuk beberapa waktu, atau hukuman badaniah. Semua
bentuk hukuman ini dimaksudkan supaya siswa ikut ambil bagian dalam mencapai
tujuan sekolah dengan menggunakan tambahan tugas akademik atau tetap tinggal
setelah sekolah usai. Hukuman penahanan bermaksud untuk menyelesaikan masalah
agresif yang kemungkinan berkembang lebih besar untuk masa yang akan datang.
Peringatan verbal dari guru mempunyai maksud untuk menghapuskan kembalinya
tingkah laku yang tidak tepat. Kesalahan yang dibuat beberapa guru
tanpa disadari kadang-kadang menemukan dirinya sendiri berteriak kepada siswa.
Guru
dapat menetapkan hierarki 5 atau 6 konsekuen untuk pelanggaran aturan dikelas.
Guru mungkin menyimpan buku dan catatan atau daftar aturan yang telah dilanggar
siswa pada waktu pelajaran. Siswa ditanya untuk menulis aturan-aturan yang
telah mereka langgar atau mereka ditanya apakah mau membawa catatan ke rumah
untuk menjelaskan kepada orang tua masalah pelanggaran yang terjadi di kelas
dan mengganggu proses belajar-mengajar. Konsekuen yang harus diterima siswa
karena telah melanggar aturan harus cocok dengan pelanggaran yang dilakukan.
Dalam hal ini, pencegahan adalah kunci dalam pengelolaan kelas yang efektif.
Sebaiknya, kita tidak bergantung pada konsekuen yang berlebihan, sebab dapat
mengarah pada lingkungan belajar yang menakutkan. Menciptakan keseimbangan
antara aturan, konsekuen, dan hadiah adalah penting.
e. Penguatan
Guru
sebagai pemeran model adalah penting, terutama untuk tingkat sekolah dasar.
Pemeran model ini penting bagi guru dalam mencegah tingkah laku yang tidak
tepat. Pujian guru kepada siswa yang melakukan tugasnya dengan baik
kelihatannya sederhana, tetapi hasilnya sangat efektif.
Hadiah (reward).
Sudah bertahun-tahun guru menggunakan beberapa metode untuk memperkuat atau
memberikan hadiah terhadap tingkah laku siswa yang tepat. Guru, kepala
sekolah, observer telah melaporkan bahwa suasana positif yang
diciptakan oleh pujian verbal dan sistem reinforcement untuk
mengurangi sejumlah masalah pengelolaan kelas berhasil baik.
Penggunaan
teknik pengubahan tingkah laku di kelas perlu diperhatikan. Penggunaan hadiah
dan sistem mengabaikan tingkah laku dikelas mempunyai
keterbatasan-keterbatasan, antara lain sebagai berikut.
Siswa
mungkin menjadi sangat tergantung pada pujian atau hadiah untuk tingkah laku
yang tepat.
1) Peranan
guru sebagai pengontrol mungkin tidak cocok dengan filsafat guru.
2) Biaya
yang dikeluarkan guru yang menggunakan hadiah nyata mungkin tinggi.
3) Sistem
mungkin tidak membantu kepercayaan diri dan kemandirian siswa.
4) Hadiah
tidak konsisten dengan prinsip memilih bebas secara demokratis, ekspresif, dan
mandiri.
Beberapa
pendidik selama ini mengembangkan program pengelolaan kelas berdasarkan
pandangan B. F. Skinner (1953), pendidik lain mengikuti jalur Carl Rogers
(1969), yang menekankan kebutuhan akan kegiatan penyerahan diri (self-
directed) bagi individu. Rogers menaruh perhatian pada konsep diri
(self-concept) siswa dan pada pemberian arti pengalaman belajar. Rogers melihat
peranan guru sebagai fasilitator lebih dari pada sebagai orang yang berwenang
(authoritative).
William
Glasser, dalam buku Control Theory in the Class room (1985)
menjelaskan bahwa siswa adalah seorang yang rasional yang dapat mengontrol
tingkah laku mereka. Bahkan jika kehidupan siswa jauh dari sekolah yang suram
dan menyedihkan, dia akan bekerja jika dia menemukan sekolah yang memuaskan.
Tujuan dari sekolah menurut Glasser adalah memungkinkan siswa untuk membuat
pilihan yang baik tentang tingkah laku mereka dan kegiatan-kegiatan di kelas
dan dalam hidup dan mengerti konsekuensi dari tingkah laku yang tidak tepat.
Kesalahan
tujuan. Rudolf Dreikurs (1982) dan teman-temannya melihat tingkah laku
menyimpang oleh siswa sebagai hasil dari empat kesalahan tujuan, yaitu :
1) untuk
mendapatkan perhatian yang tidak semestinya atau tidak pantas,
2) untuk
mencari kekuatan,
3) untuk
membalas dendam, dan
4) untuk
menunjukkan ketidakmampuan (nyata atau diasumsikan).
Anak
mungkin tidak menyadari tujuan ini sampai tujuan ini dibawa ke perhatiannya.
Dreikurs menyarankan sebaiknya guru merespons tingkah laku siswa yang ingin
mendapatkan perhatian dengan merefleksikan tingkah laku kembali kepada siswa.
Dreikurs
berbicara tentang tiga tipe guru: otoriter, serba membolehkan (permissive), dan
demokratis. Dia percaya bahwa guru yang otoriter akan memaksa siswa untuk
menaati yang pada waktu itu masalah yang timbul tidak ada. Guru
yangpermissive menciptakan masalah ketika tidak ada batas yang konsisten
yang ditetapkan untuk kegiatan sehari-hari di kelas. Guru yang demokratis
adalah seorang manajer yang paling efektif, karena guru menjadi pemimpin dalam
kelas, memberi contoh, dan mengundang siswa untuk ikut berpartisipasi melalui
pembuat keputusan yang efektif. Aturan dan konsekuensi adalah bagian dari
kehidupan sehari-hari dan oleh karena itu harus menjadi bagian dari kelas.
Kebebasan dalam kelas membawa tanggung jawab karena merupakan jantung dari
masyarakat demokratis.
3. Komunikasi
Pengajaran
adalah lebih dari sekedar memberikan informasi pada sekelompok siswa. Tugas guru
adalah menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk mengajar dan belajar.
Suasana diciptakan oleh guru dan siswa, tetapi guru mempunyai tanggung jawab
dan mengorganisasi pekerjaan siswa, mengatur waktu seefisien mungkin, dan
mengatur jalannya interaktif antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
a. Harapan-harapan
Komunikasi
guru dengan siswa melalui kata-kata verbal dan nonverbal, dalam hubungannya
dengan cara guru mengorganisasi kelas. Siswa juga mempunyai harapan terhadap
lingkungan sekolah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa mempunyai
persepsi terhadap masalah lingkungan sekolah, organisasi kelas, dan terhadap
disiplin sekolah. Guru dapat bertanya kepada dirinya sendiri bagaimana
kira-kira persepsi siswa terhadap pekerjaan guru sebagai pengajar sebagai
berikut.
1) Bagaimana
persepsi siswa jika begitu masuk kelas siswa segera diberi tahu tentang tugas
hari ini?
2) Apakah
siswa mengatakan kebaikan, jumlah, mutu, pekerjaan selama periode waktu itu?
3) Apakah
siswa tahu bagaimana bahan pelajaran disampaikan di kelas dan bahan-bahan apa
yang mereka harus bawa ke kelas?
4) Apakah
siswa tahu di mana dia harus duduk, di kelompok mana dia harus masuk, kapan
bekerja sendiri, dan kapan bekerja dengan kelompok?
5) Apakah
siswa menyadari akan harapan guru terhadap tingkah laku mereka?
Berikut
daftar dari suatu survei terhadap pengelolaan kelas yang diadaptasi dari Rick
Curvin dab Barbara Fuhrmann (1987). Item sebagian besar dikutip oleh
guru-guru SD dan SMP yang meliputi (1) tujuan, (2) respek, (3) ketertiban, (4)
keterbukaan, (5) keamanan, dan (6) perhatian. Kita akan membicarakan setiap
bidang ini dan menggambarkan bagaimana kita dapat mengembangkan harapan-harapan
yang dapat diwujudkan untuk siswa-siswa kita.
b. Komunikasi
nonverbal
Komunikasi
nonverbal artinya dengan kuat mengirimkan informasi kepada siswa. Jika tidak
ada kesesuaian antara pernyataan verbal dan pernyataan nonverbal atau gerakan
tubuh dari guru, siswa akan selalu merespon informasi nonverbal.
Interaksi
nonverbal. Interaksi guru dan siswa ada pada tingkat verbal dan nonverbal. Guru
mungkin memuji secara nonverbal. Beberapa pujian di kelas dapat dikomunukasikan
secara nonverbal. Seorang guru mungkin tersenyum saat siswa menjawab dengan
benar atau mengangguk untuk menunjukkan bahwa siswa pada jalan yang benar.
Gerakan tangan dapat diartikan dengan dorongan. Guru juga mengomunikasikan
perasaan negatif dengan cara nonverbal. Nada suara guru yang marah menunjukkan
bahwa dia tidak senang. Menata dan mengerutkan dahi berarti mengharapkan siswa
menghentikan tingkah laku negatif. Dalam berkomunikasi, guru kadang-kadang
menggunakan bentuk nonverbal dalam mengelola kelas.
Pengaturan
nonverbal. Guru dapat menggunakan 3 kunci strategi mana pun pada tingkat
apa pun untuk menghentikan tingkah laku.
1) Kedekatan
Fisik. Guru dapat berjalan mengelilingi siswa selama mengajar dan selama siswa
duduk mengerjakan tugas. Siswa akan kurang melakukan pelanggaran-pelanggaran
kecil, seperti berbicara, jika melihat guru mereka aktif memonitor pekerjaan
akademik dan tingkah laku mereka.
2) Kontak
mata. Guru membutuhkan kontak mata (eye contact) dengan seluruh siswa di kelas
sedang mengerjakan tugas, guru dapat mendatangani siswa yang mempunyai
pertanyaan dari pada siswa yang menuju ke meja guru untuk bertanya. Dua atau
tiga siswa yang mendatangani meja guru akan menghalangi pandangan seluruh
kelas.
3) Sikap
diam. Kombinasi kontak mata dengan sikap diam (silence) akan membiarkan guru
untuk melihat siswa, contoh, siswa yang sedang berbicara selama pengajaran.
Dalam banyak kasus, ketika guru berhenti berbicara, seorang siswa yang bersalah
akan melihat tatapan guru.
Komunikasi
verbal dan nonverbal adalah penting dalam proses belajar-mengajar yang sukses.
Mengajar adalah pekerjaan yang sangat umum. Siswa secara tepat akan
memperhatikan tingkah laku dan keputusan guru. Kesan pertama dalam kenyataannya
penting. Kesani ini di mulai dari hari pertama sekolah ketika siswa masuk kelas
kita. Kesan siswa dimulai dari pola komunikasi yang terjadi di tiap-tiap kelas.
Mengembangkan pola-pola komunikasi mulai hari pertama dilanjutkan sampai akhir
tahun.
B. PERATURAN TINGKAH LAKU DI DALAM
KELAS
Mulailah
peraturan-peraturan pada permulaan tahun pengajaran secara tepat. Emmer et.al.
(1980) mempelajari kegiatan-kegiatan guru pada permulaan tahun dikorelasikan
dengan tingkah laku siswa pada akhir tahun pelajaran. Mereka membandingkan
antara guru yang mengajar dengan selalu memberikan tugas secara teratur dan
guru yang memberikan tugas tidak teratur. Mereka terencana dengan baik,
prestasi siswa-siswa lebih bagus dari pada kelas yang tidak diberikan tugas
secara teratur dan terencana pada permulaan tahun.
1. Mengembangkan
Sistem Pengelolaan Kelas yang Efektif
Evertson
dan Emmer (1982) menyampaikan tiga pokok penting dalam pengelolaan kelas yang
efektif, yaitu merencanakan pelajaran yang akan diberikan kepada
siswa sebelum tahun ajaran baru, mengatur mata pelajaran selama beberapa minggu
pertama, dan mengembangkan perilaku untuk melaksanakan dan mengatur sistem
dalam setahun.
2. Rencana
Sebelum Dimulai Ajaran Baru
Fase
membuat perencanaan mengatur kelas meliputi tiga langkah, yaitu:
a. Menentukan
tingkah laku siswa yang diharapkan
b. Menerapkan
harapan-harapan ke dalam prosedur dan aturan-aturan
c. Mengidentifikasi
konsekuen-konsekuen
3. Kegiatan
Pada Tahun Ajaran Baru
Tahun
ajaran baru adalah penting karena guru dapat merumuskan sistem aturan-aturan
dan prosedur-prosedur, dan siswa-siswa dapat mengembangkan harapan-harapan
tentang tingkah laku mereka dikelas. Evertson dan Emmer 91982b) menyarankan
prosedur berikut untuk minggu-minggu pertama masuk dikelas.
a. Sisihkan
beberapa waktu pada hari-hari pertama atau pada pertemuan pertama dikelas untuk
membicarakan aturan-aturan.
b. Beritahukan
pada siswa-siswa mengenai tata cara dalam kelas sesistematis mungkin.
c. Beritahukan
prosedur atau tata cara seperti yang dibutuhkan oleh siswa-siswa untuk
menghadapi aspek-aspek khusus dalam kelas sehari-hari.
d. Libatkan
anak dalam tugas-tugas yang mudah dan pujilah keberhasilan mereka dalam
sehari-hari pertama disekolah.
e. Gunakan
kegiatan-kegiatan hanya dengan memusatkan pada seluruh kelompok atau yang
memerlukan prosedur secara sederhana, paling sedikit beberapa hari pada
hari-hari pertama masuk sekolah.
f. Jangan
mengasumsikan siswa-siswa mengerti bagaimana pelaksanaan prosedur atau tata
cara dalam satu kali percobaan. Dengan kata lain, guru yang hanya menerangkan
sekali bukan berarti bahwa siswa segera mengerti apa yang guru katakan sehingga
mereka dapat melakukan. Tanyakan pada siswa apakah mereka mengerti dan dapat
melakukan tata cara atau prosedur di dalam kelas.
4. Mempertahankan
Sistem Pengelolaan Kelas yang Efektif Sepanjang Tahun
Guru
harus memonitor tingkah laku siswa dengan hati-hati untuk melihat apakah aturan
dan prosedur-prosedur itu diikuti. Tujuan untuk memonitor ini adalah untuk
mendeteksi tingkah laku yang tidak tepat, sebelum tingkah lakuitu menjadi
masalah utama, dan untuk menjelaskan kemungkinan terjadi kesalahpahaman pada
siswa terhadap apa yang sebetulnya guru harapkan. Guru kadang-kadang melihat
dan mengamati siswa-siswa yang sedang melakukan tugas sekolah, berkeliling
mengecek apakah semua siswa bekerja dengan baik. Memonitoring pada permulaan
tahun amat penting untuk mengetahui apakah tingkat kesulitan pekerjaan rumah
dan tugas-tugas lain sesuai dengan tingkat kemampuannsiswa dikelas. Jika
siswa-siswa mengalami kesulitan, guru dapat memutuskan untuk mengubah pendekatan
instruksional yang diperlukan. Aspek lain dalam mempertahankan sistem
pengelolaan yang baik ialah mengatur timgkah laku yang tepat tidak menjadi
perhatian siswa karena guru tidak menyampaikannya, dan akibatnya kemungkinan
akan terjadi masalah serius.
Evertson
dan Emmer (1982b) dalam studi mereka melaporkan, manajer-manajer yang efektif
menggunakan metode yang langsung dan sederhana dalam menghadapi kegagalan.
Dengan mengikuti aturan-aturan dan prosedur. Mereka membuat permintaan yang
jelas berkenan dengan tingkah laku yang diharapkan dan menghindari reaksi yang
berlebihan dan emosional, dengan menggunakan prosedur berikut.
a. Sampaikan
pada siswa untuk berhenti bertingkah laku yang tidak tepat atau tidak baik.
Guru terus menerus kontak dengan siswa sampai tingkah laku yang tepat dapat
ditunjukan.
b. Buatlah
kontak mata dengan siswa sampai siswa kembali bertingkah laku yang baik. Ini
cocok jika guru yakin bahwa siswa tahu prosedur apa yang benar.
c. Ingatkan
siswa akan aturan-aturan dan tcara yang benar.
d. Tanyakan
pada siswa untuk mengidentifikasi prosedur-prosedur yang benar. Berikan umpan
balik jika siswa tidak mengerti.
e. Jatuhkan
konsekuensi atau hukuman terhadap suatu pelanggaran terhadap prosedur atau
tatanan atau aturan. Hukuman untuk pelanggaran suatu aturan dilaksanakan secara
sederhana sampai aturan itu ditepati dengan benar. Jika siswa mengerti prosedur
dan aturan, tetapi tidak melaksanakan atau mengikuti dengan semestinya dan
mengatakan alesan yang tidak tepat, guru dapat menggunakan hukuman ringan,
misalnya haknya dikurangi.
f. Mengubah
aktivitas. Kadang-kadang penyimpangan tingkah laku terjadi jika siswa bosan
dengan tugas-tugas mereka atau menghafal materi pelajaran yang kurang berguna.
Aspek
pendekatan Evertson dan Emmer dalam merumuskan sistem pengelolaan yang efektif
adalah mengembangkan tanggung jawab siswa (accountability). Fase ini meliputi
beberapa tingkah laku penting.
Jelaskan
tugas-tugas pekerjaan termasuk detail-detail selengkap mungkin, kapan hari
terakhir dikumpulkan, dan bagaimana prosedur menyusun tugas
a. Komunikasikan
tugas-tugas sehingga tiap siswa tahu secara tepat apa yang harus dilakukan dan
bagaimana prosedur menyusun tugas.
b. Monitoring
pekerjaan siswa selama dikelas dengan berkeliling diantara siswa dan mengecek
secara sistematis kemajuan setiap siswa.
c. Periksa
tugas siswa untuk memberikan umpan balik terhadap tugas yang diberikan dan
untuk memperbaiki tugas yang akan datang.
d. Berikan
umpan balik kepada siswa dengan mengembalikan pekerjaan siswa secepat mungkin.
Tanggung
jawab yang utama adalah mengomunikasikan kepada siswa apa yang betul-betul guru
maksudkan, apa yang guru katakan, dan prosedur atau aturan-aturan apa yang
telah guru buat untuk dikembangkan pada hari-hari pertama tahun ajaran baru.
Semua ini tidak akan membuat siswa menunggu terlalu lama hal-hal yang tidak
konsisten antara apa yang guru katakan dan apa yang guru lakukan.
C. PROGRAM KHUSUS UNTUK PENGELOLAAN
KELAS
Sistem
reinforcer yaitu lebih formal. Ada tiga kemungkinan, yaitu konsekuensi atau
tanggung jawab kelompok (group responssibility), program token (token
reinforcement programs), dan program kontrak (contingency contract program)
1. Tanggung
Jawab Kelompok
Penguatan
(reinforcement) dapat didasarkan pada tingkah laku seluruh kelas dengan cara
menjumlahkan tingkah laku masing-masing siswa. permainan tingkah laku baik
adalah contoh dari pendekatan ini. Satu kelas dipisah menjadi dua tim. Aturan
khusus untuk tingkah laku baik ditetapkan. Setiap kali seorang siswa melanggar
satu aturan, tim dari siswa itu diberikan angka. Tim dengan sedikit angka akan
menerima hadiah khusus khusus atau hak-hak istimewa ( istirahat lebih
lama,diberikan ekstra waktu dalam membuat eksperimen dan sebagainya) pada akhir
satu periode. Jika kedua tim mendapatkan kebih sedikit dari jumlah angka yang
sudah ditetapkan sebelumnya, maka kedua tim mendapatkan hadiah.
Harris
dan Sherman (1987) menemukan bahwa satu kriteria yang sama dengan empat angka
bekerja efektif dalam menentukan tingkah laku yang baik. Sebagian besar studi
ini menunjukkan bahwa walaupun hanya menghasilkan perbaikan kecil dalam
prestasi akademik, permainan ini dapat menghasilkan perbaikan yang nyata atau
pasti dalam tingkah laku yang didaftar sebagai aturan tingkah laku yang baik.
Kelas dibagi ke dalam tim, dan memberikan angka kepada satu atau kedua tim
mengikuti aturan. Anggota tim akan menang atau kedua tim, jika setiap anggota
menerima sejumlah angka yang diperlukan, kemudian hadiah dikumpulkan mereka
sekali dalam seminggu (Fihbein dan Wasik,1991). Penelitian lain menemukan bahwa
permainan tingkah laku yang baik (good behavior) lebih efektif dari pada
perhatian guru mengontrol tingkah laku yang mengganggu di kelas 4 dan 5 SD.
Tambahan lagi, guru lebih memilih teknik permainan dari pada teknik
memuji tingkah laku yang baik dan mengabaikan tingkah laku yang idak diinginkan
(Warner, Miller dan Cohen, 1998).
Pendekatan
kedua melibatkan reinforcement yang berdasarkan tingkah laku kelompok secara
keseluruhan. Wilson dan Hopkin (1983) memimpin suatu penelitian dengan
menggunakan tanggung jawab kelompok untuk mengurangi kegaduhan.
Peringatan.
Dalam banyak cara, program menggunakan konsekuen atau tanggung jawab kelompok
telah sukses berdasarkan konsekuen individu. Bagaimanapun juga, kewaspadaan
diperlukan untuk menerapkan pendekatan kelompok. Beberapa sistem memerlukan
siswa secara individu untuk mendapatkan angka bagi seluruh kelompok.
Konsekuensi dari kegagalan mungkin besar, terutama untuk siswa yang mempunyai
kesulitan dalam berteman.
Bahkan
dengan prosedur yang melibatkan semua siswa, tekanan dari peer atau kelompok
mungkin memberatkan siswa yang tidak dapat memuaskan kelompok dengan
mengumpulkan angka yang diperlukan, atau siswa harus bertanggung jawab jika
kehilangan angka. Tekanan peer atau kelompok ini tidak selalu mudah bagi guru
untuk memonitor. Tekanan peer dalam bentuk dukungan atau dorongan dapat
berpengaruh positif. Guru mungkin dapat menunjukkan siswa bagaiman memberikan
dukungan dan umpan balik yang konstruktif kepada teman-teman sekelas. Tanggung
jawab kelompok adalah salah satu dari banyak program khusus.
2. Program
Token Reinforcement
Sistem
token reinforcement ―penguat sekunder seperti mata uang yang dapat ditukarkan
untuk membeli kepuasaan primer ― dapat membantu menyelesaikan masalah ini
dengan membiarkan semua siswa mendapatkan token untuk pekerjaan akademik dan
tingkah laku positif dikelas. Token mungkin berupa, angka, check, kartu, mainan
yang berbentuk uang, atau apa saja yang mudah diidentifikasi sebagai milik
siswa. Secara periodik siswa menukar token yang telah mereka dapat untuk
beberapa hadiah yang mereka inginkan.
Menurut
O’Leary dan Drabmant (1981), program token telah sukses mengurangi tingkah laku
yang mengacau, menambah belajar, dan mengarah pada prestasi akademi yang lebih
besar dalam berbagai kelas. Contoh yang baik dari progran token dapat ditemukan
dalam penelitian Rollin, McCandles, Thomson, dan Brassel (1989). 16 guru
dilatih dalam loka karya dengan menggunakan teknik memuji dan mengabaikan
tingkah laku yang tidak diinginkan dan token reinforcement. Pada tahun
berikutnya, mereka melaksanakan prosedur ini dikelas satu, dua, tiga, enam,
delapan. Prestasi siswa dalam semua kelas ini dibandingkan dengan prestasi dari
siswa yang sama dalam empat belas kelas yang dibandingkan.
Siswa
diberikan token untuk tingkah laku positif, dalam hal ini adalah kartu hadiah.
Program token menghabiskan waktu, keuntungan yang didapat sangat bermanfaat.
Dengan program yang diorganisasi dengan baik, beberapa siswa barang kali
dimaafkan. Hak-hak khusus dan pekerjaan yang sering diberikan untuk siswa yang
terbaik dalam membantu guru, membantu sebagai pimpinan, bekerja pada proyek
secara bebas, dapat dibuat sebagai bagian dari sistem reward yang tersedia
untuk semua siswa. setiap siswa yang terlibat dalam program token
reinforcement juga mempunyai bukti yang dapat dilhat dari kemajuan yang dibuat,
dalam bentuk token yang dapat dihitung setiap hari. Akhirnya, siswa dapat belajar
sejumlah pelajaran yang penting dalam program token.
Beberapa
variasi dimungkinkan dalam membuat program token. Dalam beberapa program siswa
dilatih untuk menjadi manager, membagikan token, dan membebaskan guru untuk
memusatkan pada kegiatan lain. Variasi lain adalah membiarkan siswa untuk
mendapatkan token dikelas dan saling menukar hadiah dirumah. Rencana ini sangat
sukses ketika orang tua bersedia untuk bekerja sama. Catatan atau laporan
tertulis selalu dikirim kerumah setiap hari atau dua kali seminggu. Catatan ini
menunjukkan jumlah angka yang didapat awal periode. Angka mungkin ditukar untuk
melihat teve beberap menit, memperoleh mainan khusus, waktu untuk bertemu
dengan orang tua, atau menabung hadiah yang lebih besar seperti berekreasi ke
suatu tempat. Apapun variasinya, sejumlah langkah dasar harus diambil dalam
mengatur program token reinforcement. Pedoman akan diberikan pada orang lain.
3. Program
Kontrak
Dalam
program kontrak, guru menyusun kontrak individu dengan setiap siswa untuk
menjelaskan secara tepat apa yang harus siswa lakukan untuk mendapatkan hak-hak
khusus atau hadiah. Proses negoisasi dapat menjadi pengalaman pendidikan itu
sendiri sebagai siswa yang belajar untuk tujuan yang pantas dan patuh pada
aturan kontrak reinforcement juga harus dinyatakan dalam istilah yang sangat
khusus dan dalam kasus penawaran reward tidak hanya untuk siswa yang malu
terlibat tetapi juga untuk seorang teman.
Jika
kita ingin membuat skala program hadiah dikelas, sebaiknya kita mencari nasihat
dari seorang profesional. Sering konselor sekolah, psikolog atau kepala sekolah
dapat membantu. Sebaiknya, kita tetap harus hati-hati menggunakan program
hadiah ini. Penerapan yang tidak tepat dan metode yang diberikan hadiah
eksternal, dapt mengurangi motivasi instrinsik siswa untuk belajar. Tujuan
pengajaran adalah untuk membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri.
D.
MENGIDENTIFIKASI MASALAH-MASALAH DI KELAS
1. Masalah-masalah
pengelolaan kelas
Terdapat dua
macam masalah pengelolaan kelas, yaitu :
a. Masalah Individual
1) Attention
getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian)
2) Power
seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)
3) Revenge
seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam)
4)
Helpessness (peragaan ketidakmampuan)
Keempat
masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau
perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi
juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
b. Masalah Kelompok
1) Kelas kurang
kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi dan
sebagainya.
2) Penyimpangan
dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
3) Kelas
mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya
4) “Membombong”
anggota kelas yang melanggar norma kelompok
5)
Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari
tugas yang tengah digarap.
2. Dimensi Pengelolaan
Kelas
a.
Dimensi Pencegahan
Dimensi
pencegahan (preventif) dapat merupakan tindakan guru dalam megatur siswa dan
peralatan atau format belajar mengajar yang tepat. Dalam rangka pembinaan
pengelolaan di sekolah kita dapat menempuh berbagai usaha antara lain :
1)
Meningkatkan kesadaran diri dari guru
2)
Meningkatkan kesadaran siswa
3)
Sikap tulus dari guru
4)
Menemukan dan pengenalan alternative pengelolaan
b. Dimensi
Tindakan (action)
Dimensi tindakan
merupakan kegiatan yang dilakukan guru bila terjadi masalah pengelolaan. Adapun
hal yang bisa dijadikan pertimbangan bagi guru adalah :
1)
Lakukan tindakan dan bukan ceramah
2)
Do not bargain
3)
Gunakan control kerja
4)
Nyatakan peraturan dan konsekuensinya
c. Dimensi
Penyembuhan
Dimensi
penyembuhan dimaksudkan untuk membina kontrak social yang tidak jalan. Bentuk
dari situasi ini :
1) Siswa
melanggar sejumlah peraturan sekolah
2) Siswa
menolak konsekuensi
3) Siswa
menolak sama sekali aturan khusus yang sudah dibuat
Langkah-langkah
yang dilakukan :
1) Membuat
rencana
2) Menentukan
waktu pertemuan
3) Pemecahan
masalah / kontrak individual
4)
Melakukan kegiatan tindak lanjut
3. Contoh
Masalah Pengalolaan Kelas (Disiplin)
a.
Pengertian Disiplin
Disiplin
timbul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang diinginkan
dari orang lain sampai batas-batas tertentu.
b. Tertib
Kearah Siasat
Pembiasaan
dengan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh yang positif bagi kehidupan
siswa dimasa yang akan datang.
c.
Sumber-sumber Pelanggaran Disiplin
1) Tipe
kepemimpinan guru atau kepala sekolah
2) Kelompok
besar siswa dikurangi hak-haknya
3) Kurang
memperhatikan kelompok minoritas
4) Kurang
dilibatkan dalam kegiatan tanggung jawab sekolah
d. Penanggulangan
Pelanggaran Disiplin
1) Pengenalan
Siswa
Pengenalan
terhadap mereka dan latar belakang merupakan usaha penanggulangan pelanggaran
disiplin. Berbagai alat bisa digunakan antara lain :
a) Interest
Inventory (pertanyaan tentang hobby, favorit, guru yang paling disukai/dibenci)
b) Sosiogram
(hubungan social psikologis dengan teman-temannya)
c) Feedback
letter (membuat karangan tentang perasaan terhadap sekolah mereka)
2) Mengekspresikan
perasaan
Berbagai
cara dapat ditempuh, antara lain :
a) Catastrophic
Fak Taasis, yaitu dengan jalan menguji fikiran yang didasari suatu perasaan
individu.
b) Crips Box,
yaitu suatu kotak disediakan di sekolah dimana setiap siswa dapat menyampaikan
pengalamannya
c) Tension
Relaxation, yaitu santai, pejamkan mata, bayangkan ditempat yang disenangi
tarik nafas dengan teratur.
d) Role
Playing, yaitu pemahaman diri dan temannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa Pengelolaan Kelas sangat di butuhkan
untuk mencapai pembelajaran yang efektif. Terdapat beberapa pentingnya Pengelolaan
kelas diantaranya :
1. Merencanakan
dan mempersiapkan pengajaran
2. Melanjutkan
interaksi dengan siswa
3. Menggerakkan
siswa melalui kegiatan yang berbeda
4. Mengembangkan
tata tertib
5. Melaksanakan
pengajaran
6. Menciptakan
lingkungan untuk belajar, termasuk mendisiplinkan siswa yang mengganggu dalam
proses belajar
7. Mengorganisasi
waktu dan materi pelajaran
8. Membuat
tes dan melakukan penilaian.
B. SARAN
Apabila didalam penulisan
makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan mohon dimaafkan, saya sangat
mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca demi perbaikan makalah ini dan saya
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Mujiman, Haris. 2007. Manajemen
Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Padmono. Manajemen Kelas. Solo. Universitas
Sebelas Maret.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani.
2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
El-Fanany. 2013. Guru Sejati Guru Idola. Yogyakarta :
Araska.
Iskandar. 2012. Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru).
Jakarta: Referensi.
http://maritosukses.blogspot.com//
(diakses pada tanggal 19 desember 2013)
http://catarts.wordpress.com//
(diakses pada tanggal 19 desember 2013)
http://suleewdoanqkz.blogspot.com//
(diakses pada tanggal 19 desember 2013)
http://sdnsatuba.blogspot.com//
(diakses pada tanggal 19 desember 2013)