KESIAPAN MENGHADAPI ERA INFORMASI
الحد لله القاءل : إن جاءكم فاسق
بنباء فتبينوا إن تصيبوا قوما بجهلة, الصلاة والسلام على مركز الداءرة النبوة,
وعلى اله واصحابه ومن تبع هداه (اما بعد )
Dewan hakim yang saya hormati
Era globalisasi ini,
merupakan ”the big bank of information era”, era menjamurnya berbagai
media komunikasi dan informasi. Konsekwensinya, pada satu sisi melahirkan
nilai-nilai positif nilai-nilai (plus). Namun di sisi lain, over loading
informasi melahirkan desease of adaftation, penerimaan terhadap
unsur-unsur asing tanpa mempertimbangkan baik ataupun buruknya. Ketika orang
barat judi, masyarakat kita terlena dengan gapleh dan remi. Ketika orang barat
terlena dengan minum-minuman keras masyarakat kita terjerumus kedalam budaya
mabuk-mabukan, tenggak wisky, brandy, sampagne, bluogne, martine, vodka, AO,
mensen, KTI, beer, bahkan yang paling berbahaya ketika wajah informasi kita
bersekutu dengan tangan-tangan kapitalis yang usil dan nafsu-nafsu hedonis yang
jahil, sehingga menjadi media erotis yang menebarkan pesona hipnotis iblis, dan
menjadi media mithologis yang buta akan nilai-nilai etis theologis. Naudzu
billahi min dzalik.
Ini hadirin, baru sebagian
kecil potret suram realitas ekses era informasi yang kita hadapi. Mengingat
betapa pentingnya mencari solusi terhadap persoalan ini, KESIAPAN KITA MENGHADAPI
ERA INFORMASI adalah tema pembicaraan yang akan kita sampaikan pada
kesempatan ini.
Lalu apa dan bagaimana yang
harus dipersiapkan kita dalam mengghadapi era informasi ini? Sebagai jawabannya:
Pertama, kita harus reaktif
selektif terhadap setiap informasi yang diterima. Sikap ini sebagaimana
diisyaratkan dalalm Al-qur’an surat Al-hujarat (45):6.
يأيها
الذين أمنوا إن جاءكم فاسق بنباء فتبينوا إن تصيبوا قوما بجهلة
Hai orang-orang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Hadirin, menurut Imam
At-tabrani yang bersumber dari Jabir bin Abdillah, secara tekstual sababun
nuzul ayat ini berkenaan dengan kebohongan yang disampaikan al-walid bin
Utsbah kepada Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah hampir terprovokasi melakukan
tindakan destruksi maka turun tegurun:
إن جاءكم فاسق بنباء فتبينوا
Jika datang seorang fasik membawa
berita kepadamu maka tabayunlah!. Tabayun, menurut Imam Ali As-sobuni dalam
Sofwatut tafasir, adalah : فتبينوا من صحة الخب
sedangkan dalam ilmu komunikasi, tabayun adalah melakuakan investigasi
reporty, melakuakan chek and richek atau memilah dan memilih setiap informasi
yang kita terima. Agar di era glogalisasi informasi dan di era informasi global
ini, kita melakukan filterisasi terhadap setiap tayangan yang masuk, merasuk,
dan menusuk ke rumah kita masing-masing. Betul.....?
Hidup jangan seperti
pucuk bambu kemana angin berhembus kesana ia mengarah. Angin ke timur ikut ke
timur, angin ke barat ikut ke barat. Orang barat merayakan valentine ikut
merayakan valentine, orang barat main judi ikut maen gapleh, remi, domino,
kasino, jisong, mahyong, 41, kiu-kiu. Tapi yang lebih berbahaya, ketika orang
barat menayangkan adegan-adegan porno, masyarakat kita ikut terbuai oleh
derasnya publisitas pornografi dan pornoaksi. Dampaknya, tidak sedikit anak
muda kita yang terjangkit virus ”piktor”, pikiran kotor, mentalnya kendor,
pikirannya slebor, karena sering nonton goyang ngebor, goyang vebrator,
akhirnya ia mulai nyosor-nyosor pengen nyoba goyang ngebor. Naudzu billahi
min dzalik.
Hal ini tidak boleh
terjadi hadirin! Betul...? oleh karena itu, sikap kita harus seperti ikan di
laut, airnya asin tapi ikannya tidak terbawa asin. Artinya, tidak mudah
tergusur dan tergeser oleh tayangan-tayangan barat. Tuntunan tetap jadi
tuntunan, tontonan tetap jadi tontonan. Sebagaimana ditegaskan dalam surat
Ali-imran (3):196-197 yang artinya :
Janganlah sekali-kali kamu
tertipu oleh kagiatan orang kafir di dalam negeri (197) (itu hanyalah)
kesenangan sementara, kemudian kediamannya neraka jahannam seburuk-buruknya tempat
baringan.
Oleh karena itu, dalam
menghadapi era informasi ini kita bukan hanya dituntut mencetak orang-orang
pintar, teknokrat-teknokrat brilian, politikus-politikus cerdas, tapi kitapun
dituntut mencetak orang-orang bener, pribadi-pribadi soleh serta
individu-individu berbudi luhur berakhlakul karimah. Bagaimana caranya? Sebagai
jawabannya tanamkan agama, tancapkan akidah, ukir kecintaan kepada Allah dan
Rasulnya sejak dini, masukan anak-anak kita ke TKA/TPA, bimbing ke pesantren,
aktifkan di mejelis-mejelis ta’lim. Kelak ia dewasa, saya yakin, ia akan pandai
memilah dan memilih antara kah dan yang bathil. Jaman boleh berubah tapi akidah
akidah tidak goyah, sepatu boleh jenggel tapi akidah tetap tebel. Amin ya
rabbal alamien.
Hadirin wal hadirat yang saya
hormati
Kedua, dalam menghadapi
era informasi, kita harus reaktif solutif dengan melakukan tafaqquh fiddin.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-qur’an surat At-taubah (9):122 yang artinya :
Tidak sepatutnya
orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang) mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan dintara nereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.
Hadirin, yang kami hormati
Secara tekstual, menurut
riwayat Ibnu Abi Hatim ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan sikap Arab
Badawi yang lebih mengutamakan menyebarkan ilmu dari pada berperang bersama
Rasulullah SAW. Dengan sinis kaum munafik berkata: ”celakalah kaum itu karena
tidak turut berjihad bersama Rasulullah”, pada saat itu turunlah jawaban Allah
sebagai legitimasi terhadap sikap arab badawi untuk melakukan tafaquh fiddin :
أي ليعملوا ما أنزل الله على نبيهم
Memperdalam agama yakni
agar sebagian diantara mereka tetap memperluas ilmu dan memperdalam pengetahuan
tentang segala hal, yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya. Demikian penafsiran
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Sedangkan tafakuh fi
al-din secara filosofis adalah memperdalam semua ilmu Allah, baik ilmu berbasis
efistemologis-antroposntris maupun ilmu yang berbasis
efistemologis-theosentris. Sehingga kita tidak mempertentangkan antara kitab
dengan buku, ustadz dengan guru, madrasah dengan sekolah, maupun ilmu umum
dengan ilmu agama. Semua ilmu dari Allah dan harus diorentasikan untuk mencapai
ma’rifatullah.
Dengan konsep ini
hadirin, islam berhasil mencetak ilmuan serta filosuf muslim ternama. Kita
kenal muhammad bin Musa al-Khawarizmi, penemu teori al-jabar,tokoh
ilmu pasti terbesar sedunia; kita kenal Al-biruni, sejarahwan terkemuka
dalam khazanah belantika cendekia; kita kenal Ibnu sina, tokoh filsafat
dan ahli kedokteran termashur sedunia, dan masih banyak ilmuwan serta fiosof
muslim lainnya yang dicatat dengan tinta emas sepanjang sejarah peradaban
manusia.Mereka menjadi subjekpengembangan berbagai ilmu, baik ilmu filasafat,
ilmu kimia, matematika, kedokteran, maupun teknologi komunikasi dan informasi.
Namun sayang seribu
sayang, kejayaan islam tersebut kini yaris tinggal kenangan dan angan-angan,
tinta emas sudah menjadi tinta kelam.Sebab umat islam hari ini, justeru menjadi
objek bahken korban kemajuan sains dan
teknologi termasuk korban teknologi informasi. Tidak sedikit anak-anak
kita lebih hafal michael jaksen,michael bolton, daari pada Mikail,
Israfil, Izrail, Mingkar, Nakir, Rakib, ’Atid, Malik, Ridwan. Betul?’
Ini akibat rendahnya
ilmu pengetahuan, sehinga mudah terbuai godaan dunia yang menyesatkan.
Rasulullaah dengan tegas bersabda:
إذا عظمت الدنيا نزعت منها هيبة الإسلام
Apabila umatku
terlalu mengagungkan masaqlah dunia, maka akan dicabut darinya kehebata islam.(HR.Turmudzi).
Sebab kalau ilmu tidak
hebat, iman tidak melekat niscahya aka terbedaya oleh dunia yang memikat,
terlena oleh pelukan maksiat, dan jadilah dia beban umat dan masyarakat.
Na’udzubillah min dzalik.
Mengantisifasi hal
tersebut, sayidina’Ali karromallahuwazha dengan tegas berkata:
حياة الفى والله بالعم والتقى إذا
لم يكن لإ اعتبار لذاته
demi Allah, eksisnya seorang pemuda adalah
tergantung penguasaan ilmu dan taqwanya, jika rapuh ilmu dan lemah taqwanya
maka dianggap tiada.
Hadirin rahimakumullah….
Dan ingatlah, wahai
saudara-saudaraku setelah menyelam ke dasar samudra ilmu-Nya Allah, tugas
selanjutnya :
ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم
لعلهم يحذرون
Kita harus berani tanpil menjadi mundzirul,
menjadi agent of social change, pelaku perubahan, bukan sebagai penghambat perubahan apalagi korban
perubahan.
Hadirin dan hadirat yang saya hormati
Dengan
demikian, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa era informasi tidak selamanya
berdampak positif, sedangkan mengantisifasi dampak negatifnya, para santri
dituntut untuk selektif terhadap informasi yang diterima dan senantiasa tafaquh
fiddin sebagai solusinya.
Dengan upaya
ini, saya yakin kita akan sanggup mengaruh derasnya era informasi, tanpa harus
hilang kendali dan jati diri. Amin.
Wassalamu'alaikum
Wr. Wb.
Jangan lihat masa lalu dengan
penyesalan, dan jangan lihat masa depan dengan ketakutan
Tapi
lihatlah sekitar kita dengan penuh kesadaran